Barong Landung bentuknya tinggi besar terdiri dari dua orang penari yaitu menarikan Barong Landung wujud Laki-laki dengan sebutan Jro Gede dan berwujud perempuan dengan sebutan Jro Luh. Barong Landung sangat unik karena dalam pementasannya akan diiringi dengan musik geguntangan. Selain itu pada pementasannya akan diselingi dengan nyanyian-nyanyian penuh gurauan, pendidikan, agama dan terkesan lucu.
Barong juga berasal dari Tatwa Kanda Pat Bhuta, tepatnya ada adalah Duwe Sang Catur Sanak yang mengambil wujud Rwa Bineda (dua sifat yang berbeda) laki-perempuan, siang-malam, panas-dingin, dan sebagainya. Yang cair misalnya, kalau dipanaskan oleh api akan menguap ke langit (I Bapa), sedangkan api akan mengendap ke bumi (I Meme). Langit sendiri akan menurunkan hujan untuk menyuburkan bumi dan melahirkan kehidupan.
Jadi dengan demikian, kemungkinan Barong Landung adalah perwujudan I Bapa dan I Meme. I Bapa sebagai langit diwujudkan dengan warna hitam (Jro Gde), simbol dari Deva Wisnu yang memelihara dunia, sekaligus Deva Air yang menghanyutkan segala noda dunia, dan menjadi tirta penglukatan bagi umat manusia. Sedangkan I Meme atau Ibu Bumi (Jro Luh) berwarna putih sebagai Iswara yang sering juga disebut Siva, maha pelebur segala noda sekaligus sebagai tempat penciptaan. Jadi, Jro Luh adalah Ibu Bumi yang mengandung, memelihara, dan akan mengembalikan lagi isi dunia ke dalam perut-Nya apabila waktunya telah tiba. Barong Landung, jika disimpulkan, adalah perwujudan dari Sang Maha Pencipta itu sendiri, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang oleh undagi di masa lalu tentu diwujudkan sesuai dengan keadaan zamanya ketika itu, yakni ketika sedang hangat-hangatnya perkawinan antar budaya Cina dan Bali, termasuk di dalamnya "perkawinan " sang raja dengan putri Cina itu.
Dalam laporan Team Survey ASTI (1977: 109-111) ada disebutkan kemungkinan Barong mulai ada di Bali bersamaan dengan masuknya agama Budha di Bali atau masuknya pengaruh China di Bali. Atau barangkali Barong memang asli lahir di Bali, dan hanya sekedar mengambil anasir-anasir dari luar. Dalam Prasasti Dalem Balingkang ada disebutkan bahwa Raja Bali Sri Haji Jayapangus mengambil istri yang kedua yang bernama Kang Cing Wie. Dimungkinkan dalam perkawinan ini, Putri Kang juga membawa kebudayaannya ke Bali terbukti dengan dipakainya uang kepeng sampai sekarang dan adanya patra cina dalam seni ukir Bali. Demikian juga dengan filsafat China sangat mempengaruhi kebudayaan Bali terutama dengan adanya istilah rwa bhineda dari pengaruh yin dan yang. Raja dengan permaisurinya inilah disimbulkan dengan Barong Landung, yang bisa kita simak dengan aksesoris dari barong landung yang perempuan misalnya memakai rok (longdrees), mata sipit dan kulit putih.
Dalam beberapa buku di sebutkan, Barong Landung dimulai saat abad VI dimana Raja Bali saat itu adalah Sri Jaya Kesunu yang memiliki seorang istri dan anak Mayadenawa. Raja Jaya Kesunu memiliki beberapa orang penasehat kerajaan diantaranya adalah Empu Liem sebagai penasehat spiritual dan satu lagi orang China sebagai penasehat ekonomi. Suatu hari, permaisuri raja wafat yang mengakibatkan Jaya Kesunu sangat sedih hatinya. Beliau murung terus dan kerajaan jadi terbengkalai. Akhirnya Mayadenawa dinobatkan sebagai Raja Bali menggantikan ayahnya Jaya Kesunu. Untuk menghilangkan kesedihan Jaya Kesunu, penasehat kemudian berniat menjodohkan salah seorang putri saudagar Cina bernama Kang Che We sebagai istri kedua Jaya Kesunu. Melihat kecantikan Kang Che We, Jaya Kesunu pun jatuh hati dan menikahinya. Sejak itu Jaya Kesunu kembali terlihat gembira dan ceria. Keinginan Jaya Kesunu untuk mendapat anak dari Kang Che We tidak terkabul karena Sang Putri Kang Mandul.
Karena cintanya pada Putri Kang, Jaya Kesunu memerintahkan Empu Liem membuat satu tarian sebagai lambang dari dirinya dengan Putri Kang Cing We. Oleh Mpu Liem, dibuatkanlah dua patung besar yang bisa ditarikan menyerupai bentuk manusia. Yang satu berwajah laki-laki dengan karakter wajah lokal berwarna hitam sebagai lambang dari Jaya Kesunu. Satu lagi adalah perempuan berwajah putih dengan muka cemberut tapi memancarkan sinar keibuan sebagai lambang Putri Kang. Keduanya kemudian disebut Barong Landung (landung : tinggi). Sampai sekarang, karakter barong landung adalah sama, yang laki-laki hitam dan yang perempuan putih. Ini adalah bukti bahwa pernah terjadi perkawinan antara raja Bali dengan putri China.
Barong landung, pada awalnya adalah merupakan sarana atau media yang dipakai untuk mengelabui barisan makhluk halus ganas yang menebar segala bencana penyakit dan marabahaya ke perkampungan penduduk Bali. Makhluk-makhluk halus tersebut dipercaya sebagai anak buah dan hulubalang Ratu Gede Mecaling yang menyeberangi lautan dari Nusa Penida. Oleh seorang pendeta sakti, kemudian penduduk disarankan untuk membuat patung yang mirip sang majikan, tinggi besar, hitam dan bertaring, dan diberi nama Jero Gede Mecaling, atau Ratu Mecaling. Karena itu masyarakat segera membuat tiruan Jero Gede Mecaling dan mengaraknya berkeliling kampung untuk membuat para makhluk halus itu takut dan menyingkir. Sirnalah segala macam penderitaan yang menghantui penduduk selama ini. Untuk penghormatan kepada tiruan Jero Gede, dibuatlah pasangannya yang biasa dipanggil Jero Luh. Kedua Barong Landung itu sering dihibur, diajak berjalan-jalan dan dibuatkan keramaian supaya bisa menari dan bersenang-senang. Tinggi Barong Landung itu kira-kira dua kali ukuran manusia. Orang yang memperagakannya mendapat penglihatan melalui celah-celah yang dianyam di bagian perut sang Barong.
Ada beberapa tempat di Bali ada juga Barong Landung yang lebih lengkap dari pada yang hanya sepasang saja, tetapi ada yang diberi peran seperti Mantri, Galuh, Limbur dan sebagainya. Mereka dipakai sebagai anggota dalam pementasan yang membawakan lakon Arja (terutama di daerah Badung) dan diiringi dengan Gamelan Batel. Barong adalah karakter dalam mitologi Bali. Ia adalah raja dari roh-roh serta melambangkan kebaikan. Ia merupakan musuh Rangda dalam mitologi Bali. Banas Pati Raja adalah roh yang mendampingi seorang anak dalam hidupnya. Banas Pati Raja dipercayai sebagai roh yang menggerakkan Barong sebagai roh pelindung.
Barong Landung adalah satu wujud susuhunan yang berwujud manusia tinggi mencapai 3 meter. Barong Landung tidak sama dengan barong ket yang sudah dikomersialisasikan. Barong Landung lebih sakral dan diyakini kekuatannya sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan umat. Barong Landung banyak dijumpai disekitar Bali Selatan, seperti Badung, Denpasar, Gianyar, Tabanan demikian juga halnya di Kabupaten Bangli.
Posting terkait :
Barong juga berasal dari Tatwa Kanda Pat Bhuta, tepatnya ada adalah Duwe Sang Catur Sanak yang mengambil wujud Rwa Bineda (dua sifat yang berbeda) laki-perempuan, siang-malam, panas-dingin, dan sebagainya. Yang cair misalnya, kalau dipanaskan oleh api akan menguap ke langit (I Bapa), sedangkan api akan mengendap ke bumi (I Meme). Langit sendiri akan menurunkan hujan untuk menyuburkan bumi dan melahirkan kehidupan.
Jadi dengan demikian, kemungkinan Barong Landung adalah perwujudan I Bapa dan I Meme. I Bapa sebagai langit diwujudkan dengan warna hitam (Jro Gde), simbol dari Deva Wisnu yang memelihara dunia, sekaligus Deva Air yang menghanyutkan segala noda dunia, dan menjadi tirta penglukatan bagi umat manusia. Sedangkan I Meme atau Ibu Bumi (Jro Luh) berwarna putih sebagai Iswara yang sering juga disebut Siva, maha pelebur segala noda sekaligus sebagai tempat penciptaan. Jadi, Jro Luh adalah Ibu Bumi yang mengandung, memelihara, dan akan mengembalikan lagi isi dunia ke dalam perut-Nya apabila waktunya telah tiba. Barong Landung, jika disimpulkan, adalah perwujudan dari Sang Maha Pencipta itu sendiri, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang oleh undagi di masa lalu tentu diwujudkan sesuai dengan keadaan zamanya ketika itu, yakni ketika sedang hangat-hangatnya perkawinan antar budaya Cina dan Bali, termasuk di dalamnya "perkawinan " sang raja dengan putri Cina itu.
Dalam laporan Team Survey ASTI (1977: 109-111) ada disebutkan kemungkinan Barong mulai ada di Bali bersamaan dengan masuknya agama Budha di Bali atau masuknya pengaruh China di Bali. Atau barangkali Barong memang asli lahir di Bali, dan hanya sekedar mengambil anasir-anasir dari luar. Dalam Prasasti Dalem Balingkang ada disebutkan bahwa Raja Bali Sri Haji Jayapangus mengambil istri yang kedua yang bernama Kang Cing Wie. Dimungkinkan dalam perkawinan ini, Putri Kang juga membawa kebudayaannya ke Bali terbukti dengan dipakainya uang kepeng sampai sekarang dan adanya patra cina dalam seni ukir Bali. Demikian juga dengan filsafat China sangat mempengaruhi kebudayaan Bali terutama dengan adanya istilah rwa bhineda dari pengaruh yin dan yang. Raja dengan permaisurinya inilah disimbulkan dengan Barong Landung, yang bisa kita simak dengan aksesoris dari barong landung yang perempuan misalnya memakai rok (longdrees), mata sipit dan kulit putih.
Dalam beberapa buku di sebutkan, Barong Landung dimulai saat abad VI dimana Raja Bali saat itu adalah Sri Jaya Kesunu yang memiliki seorang istri dan anak Mayadenawa. Raja Jaya Kesunu memiliki beberapa orang penasehat kerajaan diantaranya adalah Empu Liem sebagai penasehat spiritual dan satu lagi orang China sebagai penasehat ekonomi. Suatu hari, permaisuri raja wafat yang mengakibatkan Jaya Kesunu sangat sedih hatinya. Beliau murung terus dan kerajaan jadi terbengkalai. Akhirnya Mayadenawa dinobatkan sebagai Raja Bali menggantikan ayahnya Jaya Kesunu. Untuk menghilangkan kesedihan Jaya Kesunu, penasehat kemudian berniat menjodohkan salah seorang putri saudagar Cina bernama Kang Che We sebagai istri kedua Jaya Kesunu. Melihat kecantikan Kang Che We, Jaya Kesunu pun jatuh hati dan menikahinya. Sejak itu Jaya Kesunu kembali terlihat gembira dan ceria. Keinginan Jaya Kesunu untuk mendapat anak dari Kang Che We tidak terkabul karena Sang Putri Kang Mandul.
Karena cintanya pada Putri Kang, Jaya Kesunu memerintahkan Empu Liem membuat satu tarian sebagai lambang dari dirinya dengan Putri Kang Cing We. Oleh Mpu Liem, dibuatkanlah dua patung besar yang bisa ditarikan menyerupai bentuk manusia. Yang satu berwajah laki-laki dengan karakter wajah lokal berwarna hitam sebagai lambang dari Jaya Kesunu. Satu lagi adalah perempuan berwajah putih dengan muka cemberut tapi memancarkan sinar keibuan sebagai lambang Putri Kang. Keduanya kemudian disebut Barong Landung (landung : tinggi). Sampai sekarang, karakter barong landung adalah sama, yang laki-laki hitam dan yang perempuan putih. Ini adalah bukti bahwa pernah terjadi perkawinan antara raja Bali dengan putri China.
Barong landung, pada awalnya adalah merupakan sarana atau media yang dipakai untuk mengelabui barisan makhluk halus ganas yang menebar segala bencana penyakit dan marabahaya ke perkampungan penduduk Bali. Makhluk-makhluk halus tersebut dipercaya sebagai anak buah dan hulubalang Ratu Gede Mecaling yang menyeberangi lautan dari Nusa Penida. Oleh seorang pendeta sakti, kemudian penduduk disarankan untuk membuat patung yang mirip sang majikan, tinggi besar, hitam dan bertaring, dan diberi nama Jero Gede Mecaling, atau Ratu Mecaling. Karena itu masyarakat segera membuat tiruan Jero Gede Mecaling dan mengaraknya berkeliling kampung untuk membuat para makhluk halus itu takut dan menyingkir. Sirnalah segala macam penderitaan yang menghantui penduduk selama ini. Untuk penghormatan kepada tiruan Jero Gede, dibuatlah pasangannya yang biasa dipanggil Jero Luh. Kedua Barong Landung itu sering dihibur, diajak berjalan-jalan dan dibuatkan keramaian supaya bisa menari dan bersenang-senang. Tinggi Barong Landung itu kira-kira dua kali ukuran manusia. Orang yang memperagakannya mendapat penglihatan melalui celah-celah yang dianyam di bagian perut sang Barong.
Ada beberapa tempat di Bali ada juga Barong Landung yang lebih lengkap dari pada yang hanya sepasang saja, tetapi ada yang diberi peran seperti Mantri, Galuh, Limbur dan sebagainya. Mereka dipakai sebagai anggota dalam pementasan yang membawakan lakon Arja (terutama di daerah Badung) dan diiringi dengan Gamelan Batel. Barong adalah karakter dalam mitologi Bali. Ia adalah raja dari roh-roh serta melambangkan kebaikan. Ia merupakan musuh Rangda dalam mitologi Bali. Banas Pati Raja adalah roh yang mendampingi seorang anak dalam hidupnya. Banas Pati Raja dipercayai sebagai roh yang menggerakkan Barong sebagai roh pelindung.
Barong Landung adalah satu wujud susuhunan yang berwujud manusia tinggi mencapai 3 meter. Barong Landung tidak sama dengan barong ket yang sudah dikomersialisasikan. Barong Landung lebih sakral dan diyakini kekuatannya sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan umat. Barong Landung banyak dijumpai disekitar Bali Selatan, seperti Badung, Denpasar, Gianyar, Tabanan demikian juga halnya di Kabupaten Bangli.
Posting terkait :